Cerpen"Dalam
Perjalanan"
Jarum jam di dinding
stasiun menujukkan pukul sembilan lewat. Pesan singkat yang aku kirimkan belum
pula ia balas. Aku pun bingung. Kuputuskan saja untuk tetap menunggu di sini.
Toh kami sudah berjanji akan bertemu di stasiun ini tepat pukul sembilan. Tak
lama kemudian, sebuah pesan singkat masuk ke ponselku. Ternyata dari dia. Ups,
baru berangkat dari kos. Wah bisa lama menunggu aku di sini. Biarlah… Aku keluarkan
sebuah buku dari tasku. Sekedar mengisi waktu daripada hanya diam menunggu. Tak
terasa lima belas halaman novel tulisan Ahmad Tohari telah kubaca ketika sosok
itu muncul dengan senyumnya di pintu masuk stasiun. Walau tersenyum, tetap saja
masih tergurat aura kesedihan. ”Ah, siapakah laki-laki bodoh itu yang
meninggalkan perempuan semanis dirimu”, tanya dalam benakku. ”Dah lama nunggu
mas?”, itulah kata pertama yang meluncur dari bibirmu. ”Ya…, semenjak aku
mengirim sms tadi. Kok sudah nyampe, emang kosmu dimana? Bukannya Dermaga
jauh?”, jawabku. ”Semalam aku nggak tidur kos kok, Mas. Aku tidur di tempat
teman. Nyari suasana baru.” ”Oh…”, hanya kata itu yang bisa keluar dari
mulutku. Kami pun akhirnya berjalan keluar ke arah jalan raya. Kami putuskan
untuk segera menuju Kampus IPB. Memang hari itu dia berjanji untuk mengantarkan
aku untuk mengelilingi Kampus IPB. Ya…, sekedar alasan agar aku bisa
berjalan-jalan dengannya. Dari Stasiun menuju Kampus IPB ternyata cukup jauh.
Harus naik angkot sampai dua kali. Pertama naik angkot warna hijau jurusan
Terminal Bubulak. Dari Terminal Bubulak naik angkot warna biru jurusan Kampus
Dalam. Total perjalanan memakan waktu sekitar tiga perempat sampai satu jam
dari Stasiun ke Kampus IPB. Tak banyak yang kami bicarakan selama di angkot.
Sesekali aku hanya mencoba mencuri pandang ke arahnya. Ah…, ternyata hanya
sampai sejauh itu keberanianku. Yang seketika merasa menjadi seorang pengecut.
Akhirnya kami sampai juga di Kampus IPB. Kampus yang cukup asri. Pohon-pohon
besar ada di sana-sini. Aku langsung merasa nyaman. Suasana yang tak jauh
berbeda dengan suasana kampusku. Perjalanan kami mulai dari fakultas tempat ia
melanjutkan studinya, Fakultas Pertanian. Kemudian kami menyusuri Kampus ke
arah utara. Sampai akhirnya ke Fakultas Kedokteran Hewan, melewati kompleks
hutan kecil kampus, menyusuri danau, naik menuju kompleks Perpustakaan
Universitas, dan akhirnya kembali lagi di Kompleks Fakultas Pertanian.
Tiba-tiba perutku mulai meronta. Meminta haknya untuk segera dipenuhi. Kami
putuskan untuk makan siang di kantin. Menu yang kupilih, gado-gado plus es teh
manis. Dia hanya memesan minuman saja. ”Nggak makan?”, tanyaku. ”Nggak, Mas.
Nggak lapar.” ”Emang tadi pagi sarapan?” ”Iya, sedikit sih.”, jawabnya sambil
berusaha mengembangkan senyum. Namun masih saja kesedihan tergurat jelas di
wajahnya. Masih sangat jelas. Ah…, seandainya aku boleh dan bisa menghapus
sedih yang ada di dirimu. Apapun caranya itu, pasti akan kulakukan. Akupun
semakin penasaran, laki-laki seperti apakah yang tega membuatmu seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar